Selasa, 03 Mei 2016

SALAM TA’DZIM DARI NEGERI KINCIR ANGIN


Nama saya  Febrianti Nurul Hidayah, salah satu alumni Ar-Risalah angkatan 2012 yang alhamdulillah dapat melanjutkan pendidikan di negeri kincir angin. Perjalanan saya setelah lulus dari PPST. Ar-Risalah adalah menempuh pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan mengambil program studi S1 Chemical Engineering dengan spesialisasi Chemical-Textile Engineering di Universitas Islam Indonesia (UII) dengan beasiswa santri unggulan dari Biro Perencanaan Kerjasama Luar Negeri, Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (BPKLN DIKTI) yang sewaktu saya mendaftar beasiswa tersebut memang sudah ada kerjasama dengan salah satu perguruan tinggi di Thailand dan Belanda.

Setelah dua tahun kuliah di UII, saya memutuskan untuk mendaftar program double degree (3+1)  yang merupakan kerjasama program studi Chemical Engineering dengan salah satu universitas di Belanda. Double degree artinya 3 tahun kuliah ditempuh di universitas asal (Indonesia) dan 1 tahun ditempuh di Belanda dengan dua gelar yang akan didapat setelah selesai studi. Belum pernah ada yang mendaftar program ini karena awalnya merupakan self-funded alias tanpa beasiswa. Tapi saya berani untuk mencoba untuk mendaftar dan akhirnya saya malah mendapat 4 jenis beasiswa yang berbeda namun harus memilih dua beasiswa saja karena syarat dan ketentuan yang diberikan, diantaranya adalah beasiswa unggulan oleh DIKTI, Saxion Living Technology Scholarship, Saxion Top Talent Scholarship dan Orange Tulip Scholarship.

Program studi yang saya ambil di Belanda adalah Textile Engineering and Management di Saxion University of Applied Sciences. Sistem pendidikan di Belanda berbeda dengan di Indonesia tentunya. Diantaranya adalah di Belanda segala sesuatu lebih ke praktikal daripada teori, dan persentase kehadiran mahasiswa di kelas tidak diperhitungkan. Kesamaan dengan Indonesia yang saya  tidak sangka adalah nilai akhir mata kuliah berdasarkan nilai mata ujian, padahal yang saya dengar tentang stereotype pendidikan di Eropa adalah penilaian berdasarkan proses. Tapi tidak sama dengan di Indonesia, nilai akhir bukan sesuatu yang harus dikompetisikan satu dengan yang lain (rangking). Selama nilai masih di atas nilai batas lulus (nilai 5,5) maka mahasiswa tidak ambil pusing untuk mengambil remidiasi atau mengulang ujian atau mata kuliah di semester depan.

Pengalaman unik saya selama studi di Belanda dapat diringkas menjadi lima poin. Yang pertama adalah naik sepeda kemanapun, karena sepeda merupakan transportasi utama dan sangat jarang orang yang memiliki motor.  Namun sepeda bekas saja bisa dihargai 3 kali lipat harga sepeda baru di Indonesia.

Kedua, untuk mahasiswa internasional, maka akan terasa kesenjangan antara mahasiswa Belanda dengan mahasiswa Jerman karena bisa dipastikan satu kelas berisi 40% Belanda 40% Jerman dan 20% negara-negara lain yang secara alami masing-masing akan membentuk grup sendiri. Mungkin sama halnya jika dibandingkan antara mahasiswa Malaysia dan Indonesia. Kesamaannya adalah dua negara bertetangga, dengan bahasa yang berbeda dan memiliki attitude yang berbeda. Bisa dibilang bahwa mahasiswa Jerman lebih kritis, visionaris dan individualis dibanding negara lain.

Ketiga, tepat waktu. Mulainya mata kuliah, konsultasi dengan dosen, bahkan rapat bersama dengan teman sebaya paling tidak 5 menit  harus datang sebelum waktu yang ditentukan, karena menurut mereka waktu itu berharga dan jika tidak tepat waktu sama saja tidak menghormati orang tersebut.

Keempat, perguruan tinggi dibagi menjadi dua jenis, University dan Hogeschool (atau disebut juga university of applied sciences) dimana university menawarkan program bachelor 3 tahun dan hogeschool memiliki program bachelor 4 tahun dengan lebih ke praktikal dari pada teori (jika disamakan dengan istilah Indonesia akan disebut politeknik).

Kelima, tidak seperti halnya prodi teknik kimia di Indonesia yang tugas akhir (skripsi) dikerjakan dengan membuat satu perancangan pabrik, di Belanda skripsi boleh dikerjakan dengan 3 pilihan : free assignment yang artinya penelitian sendiri atas dasar ide pribadi, research center project dimana badan penelitian kampus akan menawarkan tugas kepada mahasiswa yang mampu dan berniat, dan yang ketiga adalah company project dimana mahasiswa melakukan penelitian di perusahaan tertentu.

Sebagai mahasiswa internasional, saya memilih pilihan ketiga yaitu melakukan penelitian di salah satu perusahaan multinasional di Belanda yang bernama Teijin Aramid Akzo Nobel di bagian Research and Development dimana sebagian besar para pencetus produk baru perusahaan berada yang tidak lain adalah expert scientists dan engineers. Dengan pengalaman saya dulu di Indonesia pernah melakukan kerja lapangan selama dua bulan di PT.Dirgantara Indonesia (PTDI) di bagian pembuatan pesawat, penelitian saya di Teijin ini sejalur dengan penelitian saya di PTDI yang intinya adalah membuat material se-ringan mungkin namun kekuatan lebih dari sekedar besi atau baja.

 Masih banyak hal yang kiranya saya dapat ceritakan, namun dengan keterbatasan halaman saya cukupkan sekian. Jika ada pertanyaan silahkan hubungi saya via email : febriantinurulhidayah@gmail.com. Terimakasih untuk crew Al-Ikhbar yang memberikan kesempatan untuk mengisi rubrik alumni. Semoga bermanfaat. Salam ta’dzim dari negeri kincir angin untuk pengasuh, segenap ustad-ustadzah, dan para santri!