Selasa, 26 November 2013

“Cahaya di Langit itu” REVIEW KisahKu

Review Album Fatin For YOU
special OST. 99 Cahaya di Langit Eropa
“Cahaya di Langit itu”

            Tidak diragukan lagi dengan talentnya, sosok seniman musik baru, pemenang X-Factor Indonesia, Fatin Shidqia Lubis, telah merilis album baru yang bertajuk Fatin for You. Salah satu lagu dalam album ini adalah official sound track untuk film terbaru yang akan tayang di bioskop-bioskop Indonesia, 99 Cahaya di Langit Eropa, yang disadur dari kisah nyata Hanum Rais dan Rangga saat mereka merantau di Eropa. Lagu yang diciptakan oleh Nuke ini berjudul Cahaya di Langit itu. Lirik dalam lagu ini begitu menggambarkan perasaan  bagaimana menjadi minoritas dan mendapatkan kekuatan dalam diri untuk menghadapi kehidupan.
            Ketika saya berpikir untuk mereview lagu ini, yang ada di pikiran saya adalah mengkaitkannya dengan perjalanan hidup saya yang juga menjadi minoritas dulu, ketika saya menjalani  satu tahun exchange student program, di negeri barat, paman Sam, Amerika Serikat.

Ketika cahayaMu menerangi duniaku
Sentuhan tangan itu memelukku penuh cinta
Saat dalam keangkuhan dan meremehkan takdirku

Setiaku dalam cinta hampir kehilangan arah
Tersadarku dan berfikir ridhonya surga duniaku

Satu intro yang sempurna untuk lagu ini, ketika cahaya dari Allah yang tentunya menerangi jalan setiap umat manusia. Ini benar terjadi dalam kisah perjalanan saya. Orang yang pernah menjadi minoritas (khususnya disini minoritas muslim) pasti pernah merasakan susah, pahit, dan getirmya menjalani kehidupan yang bertolak belakang seperti yang biasa kita jalani di Indonesia yang mayoritas muslim, apalagi bagi seorang wanita yang berhijab.
Tapi, dalam kesusahan itulah, adanya cahaya Allah yang selalu menunjukkan jalannya, Begitu penuh cinta, Allah memberikan jalan-jalan kemudahan. Kadang dalam kenikmatan, kita tak pernah menyadari keberadaan tuhan kita. Inilah yang disebut dalam lagu ini sebagai keangkuhan dan meremehkan takdir. Kecintaan terhadap dunia, baik itu harta, orang-orang di sekitar kita yang nota bene sebenarnya bukan milik kita mutlak, telah membutakan kita terhadap cintanya dunia, dan sering kita terlalu cinta hingga lupa siapa pemilik utamanya, kehilangan arah dan kendali kemana kita sebenarnya menuju.
Saya dan beberapa teman dari negara lain berkunjung ke Las Vegas


#REFF
Seperti ku terbang di langit tinggi
Temui satu titik cahaya-Mu
Ku lihat ada malaikat kecil-Mu
Membisikkanku tuk tetap di sini, ku tersimpuh
http://www.terindeks.com
Perjalanan ini (perjalanan ini)
Kuatkan imanku (kuatkan imanku)
Tuk arungi hidup (tuk arungi hidup)
Nilai cinta dengan kasih-Mu


Di saat menjalani kehidupan sebagai exchange student, saya mengalami masa down dan benar-benar merasa jatuh. Di saat itulah saya mencoba bangkit dari kesedihan dan menggiatkan ibadah saya kepada-Nya. Kesulitan menjadi minoritas muslim di negara baratentunya dengan bagaimana ibadahnya. Perjuangan yang digambarkan dalam trailler dan video klip lagu ini pun tak beda jauh dengan yang saya alami. Banyak orang barat yang berfikir liberal dan universal selalu menanyakan keribetan cara beribadah kita, meskipun kita pasti berfikir tidak ada yang sulit dalam menjalankan sholat 5 waktu sehari yang worth dengan pahal dan janji Allah akan kebahagiaan di akhirat.
Sholat dluhur adalah yang terberat ketika kita menjadi minoritas, apalagi sholat Jum’at bagi kaum adam. Saya mengatasi kesulitan ini dengan meminta ruang khusus kepada consellour saya untuk saya ibadah sholat dluhur tak lebih dari 10 menit. Awalnya consellour saya cukup keberatan karena tidak ada ruang untuk beribadah, tapi akhirnya ia mengijinkan saya untuk menggunakan ruang rapat yang luas di atas jam 1, karena ruang itu tidak terpakai pada jam itu. Dan saya juga harus meminta izin kepada guru pengampu mata pelajaran saya saat jam saya beribadah. Yang menggelikan saat saya menjalani rutinitas ini, ada seorang guru yang tidak sengaja masuk ke ruang itu saat saya beribadah, dan dia begitu terkejut karena saya menggunakan mukenah yang serba putih. Ia cepat-cepat mengambil segelas air, dan keluar dari ruangan dengan gelisah dan bertanya kepada consellour saya, apa yang sedang saya kerjakan. Untungnya beliau dapat memahaminya.
Satu yang agak menyakitkan ketika saya makan siang di tempat terbuka dengan host Mom saya adalah, ada seorang wanita yang lewat di depan kami seraya bergumam, “ Ada ya wanita kulit putih bisa makan siang dengan nyaman nya dengan seorang wanita muslim berhijab.” Ia menyatakannya dengan pandangan cukup sinis, dan host Mom saya sontak sedikit emosi dengan perkataan wanita itu. Memang di negara barat merupakan sesuatu yang janggal jika ada wanita yang berhijab, apalagi tahun-tahun lalu, setelah banyak kejadian yang melibatkan muslim dipandang sebagai teroris dan perang saudara antar muslim sedang menjadi hot news.
Sosok host Mom saya yang sangat toleran dengan muslim

Dalam kesusahan inilah, Allah menemukan saya dengan suatu titik cahaya. Allah selalu memudahkan saya untuk berprestasi dimanapun saya berada. Di sekolah pertama saya, La Quinta High School,saya membawa nama harum sekolah ini dengan memenangkan sebuah kontes stop motion video di tingkat distrrict, museum seni nasional Palm Spring Museum. Kemudian di sekolah saya yang kedua, saya juga menjadi Best Designer of Digital Art dalam ajang antar kelas seni, dan menjadi satu-satunya pemain teater berhijab.
Saya belajar menjadi agen muslim yang baik, dan orang-orang non muslim di sekitar saya pun begitu mendukung, Perjalanan yang cukup berat selama satu tahun ini, tidak menggoyahkan iman saya dengan pergaulan yang amat bebas di sana, melainkan menambah kekuatan iman saya dan menjadikan saya menjadi lebih mencintai Islam, dimanapun, kapanpun saya mencoba untuk memberikan citra positif islam. Nilai cinta dalam kasih Allah, tak akan pernah pudar. 
Jika Kak Hanum Rais dan Kak Rangga mampu mengukir ceritanya dalam perjalanan hidup di Eropa dan menemukan '99 Cahaya-Nya', saya pun ikut mengukir cerita saya sendiri di Amerika dan menemukan cahaya yang sama dengan cara yang berbeda. *FEB