Kata orang Indonesia kalau ada temannya yang mendapat nilai ulangan yang lebih tinggi, maka dia mengeluh, ' makannya sama-sama nasi, gurunya sama, sekolahnya satu atap, pelajaran yang didapat juga sama, kenapa mesti beda nilainya?' Pertanyaan itu wajar. Satu karena mungkin cara belajarnya yang berbeda, asupan makanan atau vitamin, didikan orangtua, atau kemauan anak itu sendiri untuk mendapat nilai yang lebih tinggi.
Begitu pula pertanyaan yang lebih jauh, ' kenapa sama-sama di satu bumi,ciptaan Tuhan, Indonesia masih negara berkembang, Amerika sudah negara maju berpuluh tahun yang lalu dan negara nomor satu?'
Saya pikir makanannya berbeda, malah lebih bergizi Indonesia, ada sayur lodeh, sayur asem, tempe, ikan, dkk yang penuh protain. Di Amerika, sarapan makannya sereal dari gandum plus susu, roti plus selai, atau hanya minum susu. Mereka jarang mengkonsumsi vitamin atau suplemen seperti orang Indonesia banyak ketergantungan. Bangun telat, berangkat sekolah jam 7 bahkan lebih karena umumnya sekolah mulai jam 8. Makan siang tak pernah berkuah,seperti hamburger,pizza, sandwich, dan mereka banyak mengkonsumsi soda yang di Indonesia biasa mengkonsumsi teh botol yang mungkin lebih menyehatkan dibanding soda. Pulang sekolah kira-kira jam 3sore, hampir sam seperti Indonesia. Makan malam bersama keluarga jam 6 sore, biasanya menu daging sapi, pizza, salad, ayam, jagung, kedelai atau lainnya, yang jelas jarang berkuah. Jam belajar biasanya pulang sekolah sampai makan malam, ataupun setelah makan malam sampai jam tidur maksimal untuk anak seumuran SMP jam 9 malam.
Membandingkan dari kefahaman belajar di kelas, sama seperti Indonesia, ada yang faham cepat,sedang, atau malah lambat. Sama.
Sekarang bedanya, di Amerika sudah di juruskan cita-citanya karena pelajaran di setiap semester hanya lima atau enam pelajaran, dan tiap anak pasti mendapat pelajaran bahasa Inggris tiap semester, dan memilih cabang sains yang diinginkan yang penting memenuhi kredit di akhir tahun kelulusan. Dari kelas satu sampai dua belas, ada pelajaran pilihan yang mereka tentukan untuk menambah ketrampilan mereka.
Ada kelebihan hanya enam pelajaran selama satu semester, mereka benar-benar mendalaminya. Coba bayangkan, dua belas tahun belajar matematika, satu tahun hanya mempelajari aljabar, yang mana di Indonesia tiap tahun sampai delapan atau sembilan bab sudah rampung. Orang Amerika tidak terlalu pintar menghitung 'awangan' atau 'coret-coretan' , karena kebanyakan ketergantungan dengan kalkulator yang memang guru menganjurkannya. Ketika saya mempelajari statistik di Indonesia, saya mempelajari rata-rata, kuartil 1,2,3, dan lain-lain, sedangkan di Amerika saya mempelajari statistik lebih dalam seperti hitungan dan rumus yang lebih jauh, dan ada tugas projek di akhir pelajaran sehingga benar-benar faham penggunaan rumus. Saya termasuk penggemar pelajaran matematika dari kecil karena ayah saya selalu menceritakan kalau dulu beliau senang matematika, entah kenapa saya juga begitu bersemangat semakin sulit pelajaran matematika, semakin ingin menyelesaikan tanpa bosan megutak-utik rumus. Sampai saya rela mengganti pelajaran pilihan psikologi dengan pelajaran matematika yang kebanyakan anak sini malah mengeluh dan berusaha untuk tidak memiliki matematika di jadwal mereka.
Ada kekurangan juga kalau hanya mempelajari enam pelajaran satu semester. Pengetahuan mereka tidak bercabang-cabang seperti di Indonesia. Di Indonesia mungkin sampai dua belas macam pelajaran. Jadi kita bisa matematika, biologi, ekonomi, PKn, agama, Sejarah, dll dalam satu minggu. Kalau di sini yang dipelajari ya hanya enam pelajaran itu yang mereka dapat di jadwal mereka, dan pastinya jadwal tiap anak berbeda.Makanya mereka kaget waktu saya presentasi dan menyebutkan satu kelas benar-benar satu kelas dan tidak berpindah-pindah, gurunya yang ganti.
Saya telah mempelajari sedikit sejarah mereka sehingga Amerika bisa seperti sekarang. Kemauan. Dulu Amerika juga mempunyai masa terpuruk dimana warna kulit menjadi masalah, memperebukan daerah utara atau selatan, ribuan imigran yang datang dari segala penjuru, korupsi di mana-mana, intinya sebelum kejayaan pasti ada keterpurukan. Perang Dunia pertama yang Amerika tadinya netral, tapi akhirnya berpihak ke Inggris karena Inggris pernah menduduki Amerika, dan bahasa yang sama, sistem pemerintah yang sama. Amerika yang dulu berusaha untuk membuat perjanjian dengan tiga negara bersam Jerman , yang akhirnya tak pernah mendatangani perjanjian yang diusahakan. Tapi dari beberapa masalah yang ada, mereka selalu berpandangan kedepan, dan belajar agresif untuk membangun negaranya. Berusah menjadi negara yang mempunyai kekuatan besar dibanding negara lain. Saya baru tahu kalau Amerika mempunyai ribuan nuklir dan akan membuat undang-undang bahwa hanya kurang lebih seribu senjata nuklir saja yang diproduksi. Lalu kemana yang lainnya? begitu teman saya bertanya seminggu lalu ketika berita terbaru selalu di update di kelas Sejarah Amerika. Sangat besar efek dari nuklir, bahkan Amerika tidak menggunakannya ketika perang dengan china, karena bisa merusak lapisan ozon, ada gas yang berbahaya juga dalam kandungannya. tapi kenapa harus memproduksi segitu banyak nuklir? Itulah yang pelajar bahkan guru di Amerika mengakui kemubadzirannya.
Saya mengakui dari sisi yang saya lihat dari sini, saya yakin Indonesia bisa seperti Amerika. Satu hal yang beda, semua anak harus sekolah, gratis, buku paket dari perpustakaan tersedia boleh dibawa pulang selama setahun, yang dibutuhkan anak sekolah hanya kertas-kertas yang di selipkan di binder, dan pensil. Kalau ada biaya yang lain, mungki hanya utuk kelas tertentu yang membutuhkan projek. Kata orang yang saya yakin pandangan ekonominya, 75 sen dari 1 dollar diperuntukkan untuk pendidikan. Anak yang jenius, dan sedang diperlakukan sama, hanya yang memang dilahirkan cacat mental diperlakukan di kelas berbeda. Maka dari itu yang jenius biasanya merasa bosan, dan drop out atau keluar dari sekolah secepat mungkin dan masuk junior college, atau universitas untuk pelajar yang belum cukup umur masuk univertas 'sebenarnya'. Rata-rata pelajar di sini juga menganggap pendidikan adalah sekian nomor dari yang lain. Artinya mereka tidak terlalu serius. Mereka mulai serius ketika mereka kuliah, atau masuk dunia kerja.
Selain kemauan, gratis sekolah, pajak juga berbeda. Semuanya mengenai pajak, gratis sekolah diambil dari pajak yang dikumpulkan negara, bahkan penjara, hukuman mati, dll ternyata dana diambil dari pajak yang rakyat bayar.
Keyakinan, mereka hanya bekerja dan bekerja, mendapat materi sebanyak-banyaknya. Berkumpul dengan keluarga di akhir pekan, ada yang ke gereja tiap minggu, ada yang tidak beragama juga. Kalau di Indonesia, pasti religious diutamakan. Meluangkan waktu untuk beribadah, karena hidup bukan untuk dunia dan harta semata, tapi akhirat dan kesejukan batin juga diutamakan.
Kesimpulannya Indonesia bisa berubah dari hal yang kecil. Dari Kemauan, Optimistik, Agresif tapi jangan rakus, Pendidikan, sistem pemerintahan yang terbuka, dan jangan memboroskan uang negara hanya untuk beberapa hal semata.
Artikel ini bukan bermaksud untuk memuji salah satu negara atau menjatuhkan negara lain. Artikel ini hanya untuk membangun semangat anak negeri untuk masa depan yang lebih baik.
(y)
BalasHapus