Nama saya Febrianti Nurul
Hidayah, salah satu alumni Ar-Risalah angkatan 2012 yang alhamdulillah dapat
melanjutkan pendidikan di negeri kincir angin. Perjalanan saya setelah lulus
dari PPST. Ar-Risalah adalah menempuh pendidikan tingkat perguruan tinggi
dengan mengambil program studi S1 Chemical Engineering dengan
spesialisasi Chemical-Textile Engineering di Universitas Islam Indonesia
(UII) dengan beasiswa santri unggulan dari Biro Perencanaan Kerjasama Luar Negeri,
Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (BPKLN DIKTI) yang sewaktu saya mendaftar
beasiswa tersebut memang sudah ada kerjasama dengan salah satu perguruan tinggi
di Thailand dan Belanda.
Setelah dua tahun kuliah di UII, saya memutuskan untuk mendaftar program
double degree (3+1) yang
merupakan kerjasama program studi Chemical Engineering dengan salah satu
universitas di Belanda. Double degree artinya 3 tahun kuliah ditempuh di
universitas asal (Indonesia) dan 1 tahun ditempuh di Belanda dengan dua gelar
yang akan didapat setelah selesai studi. Belum pernah ada yang mendaftar
program ini karena awalnya merupakan self-funded alias tanpa beasiswa.
Tapi saya berani untuk mencoba untuk mendaftar dan akhirnya saya malah mendapat
4 jenis beasiswa yang berbeda namun harus memilih dua beasiswa saja karena
syarat dan ketentuan yang diberikan, diantaranya adalah beasiswa unggulan oleh
DIKTI, Saxion Living Technology Scholarship, Saxion Top Talent Scholarship dan
Orange Tulip Scholarship.
Program studi yang saya ambil di Belanda adalah Textile
Engineering and Management di Saxion University of Applied Sciences. Sistem
pendidikan di Belanda berbeda dengan di Indonesia tentunya. Diantaranya adalah
di Belanda segala sesuatu lebih ke praktikal daripada teori, dan persentase
kehadiran mahasiswa di kelas tidak diperhitungkan. Kesamaan dengan Indonesia
yang saya tidak sangka adalah nilai
akhir mata kuliah berdasarkan nilai mata ujian, padahal yang saya dengar
tentang stereotype pendidikan di Eropa adalah penilaian berdasarkan
proses. Tapi tidak sama dengan di Indonesia, nilai akhir bukan sesuatu yang
harus dikompetisikan satu dengan yang lain (rangking). Selama nilai masih di
atas nilai batas lulus (nilai 5,5) maka mahasiswa tidak ambil pusing untuk
mengambil remidiasi atau mengulang ujian atau mata kuliah di semester depan.
Pengalaman unik saya selama studi di Belanda dapat diringkas
menjadi lima poin. Yang pertama adalah naik sepeda kemanapun, karena sepeda
merupakan transportasi utama dan sangat jarang orang yang memiliki motor. Namun sepeda bekas saja bisa dihargai 3 kali
lipat harga sepeda baru di Indonesia.
Kedua, untuk mahasiswa internasional, maka akan terasa kesenjangan
antara mahasiswa Belanda dengan mahasiswa Jerman karena bisa dipastikan satu
kelas berisi 40% Belanda 40% Jerman dan 20% negara-negara lain yang secara
alami masing-masing akan membentuk grup sendiri. Mungkin sama halnya jika
dibandingkan antara mahasiswa Malaysia dan Indonesia. Kesamaannya adalah dua
negara bertetangga, dengan bahasa yang berbeda dan memiliki attitude
yang berbeda. Bisa dibilang bahwa mahasiswa Jerman lebih kritis, visionaris dan
individualis dibanding negara lain.
Ketiga, tepat waktu. Mulainya mata kuliah, konsultasi dengan dosen,
bahkan rapat bersama dengan teman sebaya paling tidak 5 menit harus datang sebelum waktu yang ditentukan,
karena menurut mereka waktu itu berharga dan jika tidak tepat waktu sama saja
tidak menghormati orang tersebut.
Keempat, perguruan tinggi dibagi menjadi dua jenis, University
dan Hogeschool (atau disebut juga university of applied sciences)
dimana university menawarkan program bachelor 3 tahun dan hogeschool
memiliki program bachelor 4 tahun dengan lebih ke praktikal dari pada
teori (jika disamakan dengan istilah Indonesia akan disebut politeknik).
Kelima, tidak seperti halnya prodi teknik kimia di Indonesia yang
tugas akhir (skripsi) dikerjakan dengan membuat satu perancangan pabrik, di
Belanda skripsi boleh dikerjakan dengan 3 pilihan : free assignment yang
artinya penelitian sendiri atas dasar ide pribadi, research center project
dimana badan penelitian kampus akan menawarkan tugas kepada mahasiswa yang
mampu dan berniat, dan yang ketiga adalah company project dimana
mahasiswa melakukan penelitian di perusahaan tertentu.
Sebagai mahasiswa internasional, saya memilih pilihan ketiga yaitu
melakukan penelitian di salah satu perusahaan multinasional di Belanda yang
bernama Teijin Aramid Akzo Nobel di bagian Research and
Development dimana sebagian besar para pencetus produk baru perusahaan
berada yang tidak lain adalah expert scientists dan engineers.
Dengan pengalaman saya dulu di Indonesia pernah melakukan kerja lapangan selama
dua bulan di PT.Dirgantara Indonesia (PTDI) di bagian pembuatan pesawat,
penelitian saya di Teijin ini sejalur dengan penelitian saya di PTDI
yang intinya adalah membuat material se-ringan mungkin namun kekuatan lebih
dari sekedar besi atau baja.
Masih banyak hal yang
kiranya saya dapat ceritakan, namun dengan keterbatasan halaman saya cukupkan
sekian. Jika ada pertanyaan silahkan hubungi saya via email :
febriantinurulhidayah@gmail.com. Terimakasih untuk crew Al-Ikhbar yang
memberikan kesempatan untuk mengisi rubrik alumni. Semoga bermanfaat. Salam ta’dzim
dari negeri kincir angin untuk pengasuh, segenap ustad-ustadzah, dan para
santri!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar