Review Album Fatin For YOU
special OST. 99 Cahaya di Langit Eropa
“Cahaya di Langit itu”
Tidak
diragukan lagi dengan talentnya,
sosok seniman musik baru, pemenang X-Factor Indonesia, Fatin Shidqia Lubis,
telah merilis album baru yang bertajuk Fatin
for You. Salah satu lagu dalam album ini adalah official sound track untuk film terbaru yang akan tayang di
bioskop-bioskop Indonesia, 99 Cahaya di Langit Eropa, yang disadur dari kisah
nyata Hanum Rais dan Rangga saat mereka merantau di Eropa. Lagu yang diciptakan
oleh Nuke ini berjudul Cahaya di Langit itu. Lirik dalam lagu ini begitu
menggambarkan perasaan bagaimana menjadi
minoritas dan mendapatkan kekuatan dalam diri untuk menghadapi kehidupan.
Ketika
saya berpikir untuk mereview lagu ini, yang ada di pikiran saya adalah
mengkaitkannya dengan perjalanan hidup saya yang juga menjadi minoritas dulu,
ketika saya menjalani satu tahun exchange student program, di negeri
barat, paman Sam, Amerika Serikat.
“Ketika cahayaMu menerangi duniaku
Sentuhan tangan itu memelukku penuh cinta
Saat dalam keangkuhan dan meremehkan takdirku
Setiaku dalam cinta hampir kehilangan arah
Tersadarku dan berfikir ridhonya surga duniaku”
Sentuhan tangan itu memelukku penuh cinta
Saat dalam keangkuhan dan meremehkan takdirku
Setiaku dalam cinta hampir kehilangan arah
Tersadarku dan berfikir ridhonya surga duniaku”
Satu intro yang
sempurna untuk lagu ini, ketika cahaya dari Allah yang tentunya menerangi jalan
setiap umat manusia. Ini benar terjadi dalam kisah perjalanan saya. Orang yang
pernah menjadi minoritas (khususnya disini minoritas muslim) pasti pernah
merasakan susah, pahit, dan getirmya menjalani kehidupan yang bertolak belakang
seperti yang biasa kita jalani di Indonesia yang mayoritas muslim, apalagi bagi
seorang wanita yang berhijab.
Tapi, dalam
kesusahan itulah, adanya cahaya Allah yang selalu menunjukkan jalannya, Begitu
penuh cinta, Allah memberikan jalan-jalan kemudahan. Kadang dalam kenikmatan,
kita tak pernah menyadari keberadaan tuhan kita. Inilah yang disebut dalam lagu
ini sebagai keangkuhan dan meremehkan takdir. Kecintaan terhadap dunia, baik
itu harta, orang-orang di sekitar kita yang nota bene sebenarnya bukan milik
kita mutlak, telah membutakan kita terhadap cintanya dunia, dan sering kita
terlalu cinta hingga lupa siapa pemilik utamanya, kehilangan arah dan kendali
kemana kita sebenarnya menuju.
Saya dan beberapa teman dari negara lain berkunjung ke Las Vegas |
#REFF
“Seperti ku terbang di langit tinggi
Temui satu titik cahaya-Mu
Ku lihat ada malaikat kecil-Mu
Membisikkanku tuk tetap di sini, ku tersimpuh
http://www.terindeks.com
Perjalanan ini (perjalanan ini)
Kuatkan imanku (kuatkan imanku)
Tuk arungi hidup (tuk arungi hidup)
Nilai cinta dengan kasih-Mu”
Di saat
menjalani kehidupan sebagai exchange
student, saya mengalami masa down dan
benar-benar merasa jatuh. Di saat itulah saya mencoba bangkit dari kesedihan
dan menggiatkan ibadah saya kepada-Nya. Kesulitan menjadi minoritas muslim di
negara baratentunya dengan bagaimana ibadahnya. Perjuangan yang digambarkan
dalam trailler dan video klip lagu
ini pun tak beda jauh dengan yang saya alami. Banyak orang barat yang berfikir
liberal dan universal selalu menanyakan keribetan cara beribadah kita, meskipun
kita pasti berfikir tidak ada yang sulit dalam menjalankan sholat 5 waktu
sehari yang worth dengan pahal dan
janji Allah akan kebahagiaan di akhirat.
Sholat dluhur
adalah yang terberat ketika kita menjadi minoritas, apalagi sholat Jum’at bagi
kaum adam. Saya mengatasi kesulitan ini dengan meminta ruang khusus kepada consellour saya untuk saya ibadah sholat
dluhur tak lebih dari 10 menit. Awalnya consellour
saya cukup keberatan karena tidak ada ruang untuk beribadah, tapi akhirnya
ia mengijinkan saya untuk menggunakan ruang rapat yang luas di atas jam 1,
karena ruang itu tidak terpakai pada jam itu. Dan saya juga harus meminta izin
kepada guru pengampu mata pelajaran saya saat jam saya beribadah. Yang
menggelikan saat saya menjalani rutinitas ini, ada seorang guru yang tidak
sengaja masuk ke ruang itu saat saya beribadah, dan dia begitu terkejut karena
saya menggunakan mukenah yang serba putih. Ia cepat-cepat mengambil segelas
air, dan keluar dari ruangan dengan gelisah dan bertanya kepada consellour saya, apa yang sedang saya
kerjakan. Untungnya beliau dapat memahaminya.
Satu yang agak
menyakitkan ketika saya makan siang di tempat terbuka dengan host Mom saya adalah, ada seorang wanita
yang lewat di depan kami seraya bergumam, “ Ada
ya wanita kulit putih bisa makan siang dengan nyaman nya dengan seorang wanita
muslim berhijab.” Ia menyatakannya dengan pandangan cukup sinis, dan host Mom saya sontak sedikit emosi
dengan perkataan wanita itu. Memang di negara barat merupakan sesuatu yang
janggal jika ada wanita yang berhijab, apalagi tahun-tahun lalu, setelah banyak
kejadian yang melibatkan muslim dipandang sebagai teroris dan perang saudara
antar muslim sedang menjadi hot news.
Sosok host Mom saya yang sangat toleran dengan muslim |
Dalam kesusahan
inilah, Allah menemukan saya dengan suatu titik cahaya. Allah selalu memudahkan
saya untuk berprestasi dimanapun saya berada. Di sekolah pertama saya, La
Quinta High School,saya membawa nama
harum sekolah ini dengan memenangkan sebuah kontes stop motion video di tingkat distrrict,
museum seni nasional Palm Spring
Museum. Kemudian di sekolah saya yang kedua, saya juga menjadi Best Designer of Digital Art dalam ajang
antar kelas seni, dan menjadi satu-satunya pemain teater berhijab.
Saya belajar
menjadi agen muslim yang baik, dan orang-orang non muslim di sekitar saya pun
begitu mendukung, Perjalanan yang cukup berat selama satu tahun ini, tidak
menggoyahkan iman saya dengan pergaulan yang amat bebas di sana, melainkan
menambah kekuatan iman saya dan menjadikan saya menjadi lebih mencintai Islam,
dimanapun, kapanpun saya mencoba untuk memberikan citra positif islam. Nilai
cinta dalam kasih Allah, tak akan pernah pudar.
Jika Kak Hanum Rais dan Kak Rangga mampu mengukir ceritanya dalam perjalanan hidup di Eropa dan menemukan '99 Cahaya-Nya', saya pun ikut mengukir cerita saya sendiri di Amerika dan menemukan cahaya yang sama dengan cara yang berbeda. *FEB
Pengalaman yang sangat menarik dari seorang mba febrianti hidayah, kisah yang mungkin menjadi pelajaran buat kita semua tentang kecintaan kita terhadap agama islam. keren mba, berdiri sendiri di tengah kerumunan orang yang tidak sepaham dengan kita dan tidak tergoyahkan atau terdampar dalam suatu kerumunan itu. Terimakasih tas sharing dan motivasinya. Salam sukses :)
BalasHapusSharing menarik, saya juga pernah merasakan hal serupa saat di US, kenikmatan spiritual saat menjadi minoritas..thanks for sharing mba febrianti
BalasHapus