Selasa, 14 Mei 2013

MIRIS, KASUS-KASUS YANG TAK KUNJUNG USAI




“Pada tanggal 7 April 2010, Komisi III DPR mengendus, seorang jenderal bintang tiga di Kepolisian diduga terlibat dalam kasus Gayus P Tambunan dan seseorang bernama Syahrial Johan ikut terlibat dalam kasus penggelapan pajak yang melibatkan Gayus Tambunan, dari Rp24 milliar yang digelapkan Gayus, Rp11 milliar mengalir ke pejabat kepolisian, Rp5 milliar ke pejabat kejaksaan dan Rp4 milliar di lingkungan kehakiman, sedangkan sisanya mengalir ke para pengacara.” (KASUS GAYUS-http://helda-blog.blogspot.com/2012/11/kasus-korupsi-gayus-tambunan.html)



“Bertahun-tahun sudah masyarakat indonesia bersabar menanti penyelesaian kasus Bank Century yang saat ini bernama Bank Mutiara yang telah menguras uang rakyat sebesar 6,7 triliun rupiah. Akan tetapi nampaknya penantian panjang masih harus mereka jalani. Hal ini bukan disebabkan oleh kurangnya bukti maupun saksi.Sebaliknya bukti dan saksi sudah sangat mencukupi untuk menjerat para pelaku. Sayangnya nyali yang dimiliki KPK tak cukup besar untuk menangkap koruptor “Kakap” yang jauh lebih besar.” (KASUS CENTURY-http://politik.kompasiana.com/2013/05/12/apa-kabar-kasus-bank-century--555302.html)

Kasus Hambalang yang belakangan ini banyak diperbincangkan, adalah kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan banyak pihak terlibat, diantaranya para elite Partai Demokrat, Anas Urbaningrum; Istri dari Anas Urbaningrum qq komisaris PT Dutasari Citralaras; Menteri Pemuda dan Olah Raga RI, Andi Malarangeng; Mahfud Suroso, Direktur PT Dutasari Citralaras; dan lain sebagainya. Diketahui, tender proyek ini dipegang oleh kontraktur dimana mereka merupakan BUMN, yaitu PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya yang diduga men-subtenderkan sebagian proyek kepada PT Dutasari Citralaras senilai 300M.” (KASUS HAMBALANG-http://membualsampailemas.wordpress.com/2012/06/17/kronologi-kasus-hambalang-hingga-16-juni-2012/)
Beberapa kasus keuangani yang merebak luas dari tahun 2008 hingga 2013 (sekarang) memang takkan henti-hentinya diberitakan di tiap media baik cetak maupun elektronik. Walau sudah ada departemen yang mengurusi kasus ini secara intensif, tapi tetap saja proses pengusutan akan berjalan lambat, tak ada ujungnya. Bahkan mirisnya, dari berbagai kasus yang ada, mulai dari penggelapan dana pajak, korupsi, hingga pengurasan uang rakyat oleh bank, semua itu tak lepas dari pelaku kelas kakap, petinggi negara, bahkan pihak yang seharusnya berkewajiban ‘mengayomi’ rakyat.
Tak kan terelakkan, akibat dari hal ini hampir sama dengan krisis masa orde  baru, yaitu KRISIS KEPERCAYAAN MASYARAKAT. Logikanya bagi orang yang tahu akan perkembangan berita sekarang, dari wakil rakyat hingga yang mengusut tindak pidana saja melakukan tindak criminal (dalam hal ini perdata), lalu kepada siapa lagi rakyat akan percaya?
Petinggi-petinggi yang sekarang duduk di kursi ‘wakil rakyat’ dan para penegak keadilan yang duduk untuk ‘memberantas’ tindak criminal, mungkin sebagian besar dari mereka merupakan pemuda yang dulu ikut berdemo untuk ‘mengemis’ reformasi. Pemuda-pemuda yang memperjuangkan hak rakyat, mengusahakan perubahan, dan merubuhkan tembok kekakuan antara pemerintah dan rakyat. Dulu mereka amat membenci para pejabat. Tapi apa yang kita lihat sekarang? Alam akan menjalankan alurnya, mereka dulu yang berdemo, sekarang didemo. Pemuda yang dulu memperjuangkan hak rakyat di hamparan jalan yang menyengat, sekarang duduk di kursi panas kepemimpinan.
Satu hal lagi yang miris. Sistem di Indonesia, jika kita melihat dari struktur dan Undang-Undang yang dibuat, semua telah ada pada standar nya, yang negara maju juga tetapkan. Tapi dari dalam moral manusianya itu sendiri yang tidak pantas diacungkan jempol.
Apakah ada pejabat yang korupsi berasal dari keluarga miskin? Jawabannya TIDAK. Mereka semua berasal dari latar belakang pendidikan yang tinggi. Semua sudah berpenghasilan yang cukup memenuhi kebutuhan keluarga mereka sendiri. Tapi apa yang terjadi? Semakin orang mengenal kekuasaan dan materi yang semakin tak dapat dihitung, maka mereka akan semakin tidak puas dengan hidupnya.  Yang mereka harapkan adalah kekuasaan yang lebih, keuangan yang Berjaya.
Poin yang dapat kita ambil pelajaran adalah, bukan salah rakyat yang tidak akan percaya lagi dengan pemerintah jika ada tindak korupsi ataupun penggelapan dana terjadi lagi. Bukan pula diamnya rakyat membiarkan pemerintah dan media yang menyelesaikan kasus-kasus ini. Tapi rakyat hanya lelah dan telah terbiasa mendengar dan melihat kasus semacam ini yang terulang, dan takkan pernah usai.
Satu harapan yang rakyat  yang inginkan : membangun dari dalam pemuda sekarang yang kelak menjadi pemimpin di masa mendatang, supaya tidak akan terjadi periode keterpurukan politik seperti sekarang ini.
Kami bukan ahli politik maupun hukum yang mengerti ini-itu. Tapi kami hanya berbicara berdasarkan apa yang masyarakat secara umum mengetahui kebenarannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar