Kalau kuliah di Jogja, amat disayangkan jika tidak merefresh otak dengan travelling ke ini-itu. List tempat wisata amat banyak di Jogja, dari wisata alam, budaya, rohani, sampai wisata kuliner.
Satu tempat yang tak boleh ketinggalan, tempat yang sebenarnya bukan daerah Jogja, tapi lebih tepatnya daerah dekat Jogja, yaitu Borobudur di Magelang. Kami sekeluarga, keluarga alumni SMA, mampir mengenang sejarah sembari ikut melestarikan jejak budaya masa lalu serta menyegarkan pikiran, pada bulan Januari 2013. Kami hanya melakukan konvoy motor, sekitar 6 motor dari Kaliurang (Jogja) hingga Borobudur (Magaelang) dalam waktu satu jam. Karena salah satu staff borobudur yang merupakan penduduk sekitar adalah keluarga dari salah satu teman kami, kami mendapatkan keringanan biaya unutk mendapatkan tiket masuk area wisata.Memasuki area wisata Borobudur, kami disambut oleh hamparan rumput nan hijau dan sedikit basah karena gerimis beberapa saat sebelumnya. Indahnya bangunan megah nan kokoh sudah terlihat dari kejauhan, Borobudur Temple, candi yang pernah menjadi salah satu tujuh keajaiban dunia. Tapi sekarang tidak dapat menyandang predikat itu kembali karena statue dan beberapa bagian candi banyak yang rusak, bahkan hilang. Tak hanya sekedar wisata dan melihat, berfoto sana-sini, tapi kami ikut mempelajari sejarah Borobudur ini.
Sejarah Singkat Pembangunan Borobudur :
Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah
yang membangun Borobudur dan apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan
berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup
Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan
abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi.
Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak
kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah, yang kala itu
dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan
menghabiskan waktu 75 - 100 tahun lebih dan benar-benar dirampungkan pada masa
pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825
Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang
berkuasa di Jawa kala itu beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui
sebagai penganut agama Buddha aliran Mahayana yang taat, akan tetapi melalui
temuan prasasti Sojomerto
menunjukkan bahwa mereka mungkin awalnya beragama Hindu Siwa. Pada kurun waktu
itulah dibangun berbagai candi Hindu dan Buddha di Dataran Kedu. Berdasarkan Prasasti Canggal, pada tahun 732 M, raja beragama Siwa Sanjaya memerintahkan
pembangunan bangunan suci Shiwalingga yang dibangun
di perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya 10 km (6.2 mil) sebelah
timur dari Borobudur Candi Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu yang
hampir bersamaan dengan candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun demikian Borobudur diperkirakan
sudah rampung sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum dimulainya
pembangunan candi Siwa Prambanan sekitar tahun 850 M.
Pembangunan candi-candi Buddha — termasuk Borobudur —
saat itu dimungkinkan karena pewaris Sanjaya, Rakai Panangkaran memberikan izin kepada umat Buddha untuk
membangun candi Bahkan untuk menunjukkan penghormatannya, Panangkaran
menganugerahkan desa Kalasan kepada sangha (komunitas Buddha), untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara,
sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi. Petunjuk ini
dipahami oleh para arkeolog, bahwa pada masyarakat Jawa kuno, agama tidak
pernah menjadi masalah yang dapat menuai konflik, dengan dicontohkan raja
penganut agama Hindu bisa saja menyokong dan mendanai pembangunan candi Buddha,
demikian pula sebaliknya. Akan tetapi diduga terdapat persaingan antara dua
wangsa kerajaan pada masa itu — wangsa Syailendra yang menganut Buddha dan
wangsa Sanjaya yang memuja Siwa — yang kemudian wangsa Sanjaya memenangi
pertempuran pada tahun 856 di perbukitan Ratu Boko. Ketidakjelasan juga timbul mengenai candi Lara
Jonggrang di Prambanan, candi megah yang dipercaya dibangun oleh sang
pemenang Rakai Pikatan sebagai jawaban wangsa Sanjaya untuk menyaingi kemegahan
Borobudur milik wangsa Syailendra, akan tetapi banyak pihak percaya bahwa
terdapat suasana toleransi dan kebersamaan yang penuh kedamaian antara kedua
wangsa ini yaitu pihak Sailendra juga terlibat dalam pembangunan Candi Siwa di
Prambanan. (red:wikipedia)